Tasawuf/Akhlak

Empat Hal yang Meracuni Hati

Sel, 10 September 2019 | 03:30 WIB

Empat Hal yang Meracuni Hati

Butuh ketekunan untuk menahan sejumlah hal untuk menjaga hati tetap sehat secara rohani. (Ilustrasi: harvard.edu)

Rasulullah ﷺ pernah menyatakan bahwa dalam tubuh kita ini ada segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik maka baiklah seluruh tubuh kita. Namun jika segumpal daging itu rusak maka rusak pula seluruh tubuh kita. Segumpal daging dimaksud adalah hati. Demikian seperti yang diriwayatkan al-Bukhari. 
 
Berdasarkan hadits di atas, kita tahu bahwa baik-buruknya perilaku dan amal perbuatan kita sangat ditentukan oleh baik dan buruknya kondisi hati. Karena itu, kita dituntut untuk memperbaiki dan merawatnya. Untuk merawat hati agar tetap hidup, jernih, dan tidak rusak, dan tidak teracuni, para ulama telah memberikan beberapa rambu kepada kita. Di antaranya dengan menghindari empat hal berikut ini. 
 
Pertama, banyak bicara. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah ﷺ yang menyatakan, “Siapa saja yang banyak bicaranya maka banyak kesalahannya. Siapa yang banyak kesalahannya, maka sedikit wara’-nya. Siapa saja yang sedikit wara-nya, maka mati hatinya. Siapa saja yang mati hatinya, maka Allah haramkan surga untuknya.” 
 
Nabi Isa ‘alaihissalam pernah berpesan, “Sedikitlah bicara kecuali dengan berdzikir. Sebab, banyak bicara hanya akan mengeraskan hati.” 
 
Namun tentunya, maksud banyak bicara di sini adalah bicara yang tanpa makna, sedangkan bicara yang memberi manfaat dan hikmah justru sangat dianjurkan. Rasulullah ﷺ sendiri menganjurkan agar selalu bicara yang baik, bahkan anjuran itu dikaitkan dengan keimanan, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka katakanlah yang baik-baik atau diam,” (HR Malik). (Lihat: Ibnu Abi ‘Ashim, al-Zuhd, Daru al-Rayyan: Kairo], 1408 H, hal. 38). 
 
Kedua, banyak makan, terlebih makanan yang haram. Para ulama menyatakan, di antara perkara yang dibenci adalah penuhnya perut dengan perkara halal. Ini artinya, diisi yang halal saja sudah dibenci, apalagi diisi dengan haram. 
 
Adapun rahasia larangan memenuhi perut, salah satunya yang dipesankan oleh Luqman al-Hakim kepada putranya, “Wahai anakku, jika perutmu penuh, maka pikiranmu akan tidur, hikmah jadi tertutup, dan anggota tubuh akan lemah dibawa ibadah.” 
 
Seorang ahli hikmah juga menuturkan, “Siapa saja yang banyak makannya, pasti banyak minumnya. Siapa saja yang banyak minumnya, pasti banyak tidurnya. Siapa saja yang banyak tidurnya, pasti banyak dagingnya (gemuk). Siapa saja yang banyak dagingnya, pasti keras hatinya. Siapa saja yang keras hatinya, maka ia akan tenggelam dalam kubangan dosa.” 
 
Ahli hikmah yang lain menyatakan, “Siapa yang banyak kenyang di dunia, maka ia akan banyak lapar di akhirat.” 
 
Karenanya, berbicara soal perut, Rasulullah ﷺ telah mengingatkan kepada kita bahwa perut bukanlah wadah yang siap diisi apa saja sesuai keinginan kita. Sekalipun ia diisi, tidak boleh berlebihan sehingga melebihi batas kemampuannya, sebagaimana dalam hadits, “Keturunan Adam tidak dianggap menjadikan perutnya sebagai wadah yang buruk jika memenuhinya dengan beberapa suap yang dapat menegakkan tubuhnya. Karena itu, apa yang dia harus lakukan adalah sepertiga perutnya untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk nafas,” (HR Ahmad). 
 
Ketiga, banyak bergaul dengan orang-orang buruk. Dikecualikan jika keyakinan dan akhlak kita sudah kuat, dan tujuan kita bergaul adalah memperbaiki akhlak mereka. Namun, sekiranya kita masih lemah, tinggalkanlah pergaulan dengan mereka. Sebab biasanya, bukan mereka yang berubah baik karena bergaul dengan kita, tetapi justru kita yang tergerus mereka. 
 
Sebaiknya, jika keyakinan dan karakter kita masih lemah, bersahabatlah dengan orang-orang saleh, terlebih persahabatan itu akan berlanjut hingga hari akhir. Salah satu hadits Rasulullah menyatakan, “Sesungguhkan engkau akan dikumpulkan bersama orang-orang yang engkau cintai.” Artinya, jika seseorang cinta kepada orang saleh, maka kelak ia akan dibangkitkan bersama orang-orang saleh. Demikian pula sebaliknya. 
 
Luqman al-Hakim pernah berpesan kepada putranya, “Bergaullah dengan orang-orang saleh hamba Allah. Sebab, dari kebaikan-kebaikan mereka, engkau akan mendapatkan kebaikan. Boleh jadi, di akhir pergaulan dengan mereka, rahmat akan turun. Dan engkau mendapat rahmat itu bersama mereka. Wahai anakku, janganlah engkau bergaul dengan orang-orang buruk. Sebab, dengan bergaul dengan mereka, engkau tidak akan mendapat kebaikan. Boleh jadi di akhir pergaulan dengan mereka, siksaan turun kepada mereka. Dan engkau tertimpa siksaan itu bersama mereka.” (Ahmad ibn Hanbal, al-Zuhd, (Darul Kutub al-‘Ilmiyyah: Beirut], 1999, hal. 87). 
 
Dari bergaul dengan orang-orang saleh, diharapkan kita pun menjadi orang saleh. Sebab, orang saleh yang dijanjikan Allah akan beruntung, “Aku berjanji kepada hamba-hamba-Ku yang saleh dengan sesuatu yang belum pernah terlihat mata, belum pernah terdengar oleh telinga mana pun, dan belum pernah terbesit dalam hati siapa pun.” Demikian janji Allah kepada orang-orang saleh dalam salah satu hadits qudsi. 
 
Menjauhi orang-orang buruk dan mendekati orang-orang saleh ini tak lain demi menjaga hati kita agar tidak keruh dan terkotori. 
 
Keempat, banyak memandang. Ketahuilah bahwa pangkal segala keburukan adalah banyak memandang. Kendati tidak seluruhnya, namun umumnya berbagai keburukan dan kejahatan, seperti perzinaan, perkosaan, pencurian, pembunuhan, dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak, dimulai dari pandangan. Tentu saja pandangan-pandangan yang buruk, terlebih di zaman modern seperti sekarang ini dimana segala informasi dan gambar apa saja mudah diakses. Pandangan-pandangan buruk itulah yang kemudian bersarang dalam hati dan mengotorinya. Sedangkan jika hati sudah kotor, maka yang timbul adalah kemalasan, kekikiran, niatan-niatan jahat, kesombongan, sikap keras menerima nasihat, dan jauh dari kebaikan. 
 
Mengingat pentingnya menjaga atau menundukkan pandangan ini, maka Allah memerintahkannya langsung dalam Al-Quran, sebagaimana ayat berikut, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat',” (QS al-Nur [24]: 30). 
 
Bahkan perintah ini tidak hanya ditujukan kepada kaum laki-laki, tetapi juga kepada kaum perempuan, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya’,” (QS al-Nur [24]: 31).
 
Walau konteks ayat di atas adalah menjaga pandangan dari aurat, tetapi selayaknya diterapkan terhadap hal-hal negatif yang dapat melahirkan rasa iri, dengki, panas hati, mengundang syahwat, dan seterusnya. 
 
Demikian empat hal yang dapat meracuni hati. Mudah-mudahan kita termasuk orang yang mampu menghindarinya dan termasuk orang yang mampu menata hati menjadi lebih jernih. Wallahu a’lam
 
 
Ustadz M. Tatam Wijaya, Alumni PP Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi; Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.