Tafsir

Tafsir Surat Al-Ma'un Ayat 4-7: Tiga Sifat Orang Munafik

Kam, 30 November 2023 | 05:00 WIB

Tafsir Surat Al-Ma'un Ayat 4-7: Tiga Sifat Orang Munafik

Ilustrasi: bohong - munafik (freepik)

Berikut ini adalah teks, translit, terjemahan, asbabun nuzul dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-Ma'un Ayat 4-7.

Allah swt berfirman: 
 

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ (٤) الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ (٥) الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَۙ (٦) وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ (٧)
 

(4) Fawailul lil-musallin(a). (5) Allazina hum 'an şalatihim sähūn(a). (6) Allazina hum yura'ūn(a). (7) Wa yamna'ūnal-mā'ūn(a).

Artinya: "(4) Celakalah orang-orang yang melaksanakan salat, (5) (yaitu) yang lalai terhadap salatnya, (6) yang berbuat riya, (7) dan enggan (memberi) bantuan."
 

 

Sababun Nuzul

أخرج ابن المنذر عن ابن عباس في قوله: فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ قال: نزلت في المنافقين كانوا يراءون المؤمنين بصلاتهم إذا حضروا، ويتركونها إذا غابوا، ويمنعونهم العاريّة، أي الشيء المستعار
 

Artinya: " Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Abbas terkait firman Allah "Fawailul lil-musallin(a)." Beliau berkata: "Ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang munafik. Mereka memamerkan shalatnya bila dihadapan orang mukmin dan meninggalkan shalat bila orang-orang mukmin tidak ada. Mereka enggan meminjamkan barang yang lumrah dipinjamankan." (Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], juz XXX, halaman 423).
 

 

Ragam Tafsir
 

Menurut Quraisy Shihab, surat ini saling melengkapi. Bagian pertama (ayat 1-3) menjelaskan siapa yang mendustakan agama tanpa menjelaskan kecelakaan yang akan menimpa mereka, sedang bagian kedua (4-7) mengandung ancaman kecelakaan yang akan mereka hadapi, tanpa menjelaskan bahwa mereka pada hakikatnya juga mendustakan agama dan Hari Pembalasan.

Dengan kata lain, apa yang diinformasikan pada bagian pertama tidak lagi dijelaskan pada bagian kedua, demikian pula sebaliknya, sehingga wajar apabila bagian kedua ini dimulai dengan kata penghubung. (M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, [Lentera Hati, Cilandak Timur Jakarta: 2005] Volume 15 halaman 548-549).

Syekh Ali As-Shabuni menjelaskan ayat ke 4 surat Al-Ma'un ini dengan, " Celakalah orang-orang munafik yang melaksanakan shalat, mereka disifati dengan beberapa sifat tercela yaitu, orang-orang yang lalai terhadap shalatnya dengan mengakhirkan shalat dari waktunya karena memandang remah shalat.

Ibnu Abbas berkata: "Dia adalah orang yang shalat apabila melaksanakan shalat tidak mengharapkan pahala, bila meninggalkanya tidak takut atas siksanya."

Ulama tafsir berkata: "Saat Allah berfirman; "'An şalatihim sähūn(a)" dengan menggunkan kata 'an' diketahui bahwa ayat ini tentang orang munafik. Oleh karenanya sebagian ulama Salaf berkata: "Al-Hamdulilla.  Allah berfirman: " 'An şalatihim sähūn(a)" bukan "fi şalatihim", karena apabila mengunakan kata "fi şalatihim" maka sungguh ayat ini berkenaan dengan orang mukmin, orang mukmin terkadang juga lalai dalam shalatnya." (Muhammad Ali As-Shabuni, Shafwatut Tafasir, [Kairo, Darus Shabuni: 1997 M/1417 H], juz III, halaman 583).
 

KH Misbah dalam Tafsir Al-Iklil mengatakan bahwa sebagian mufasir memaknai "mushallin" dengan orang-orang yang beriman, kemudian lafal "'an şalatihim" dengan arti "fi salatihim" sehingga maknanya adalah celakalah orang-orang Islam yang lalai kepada Allah di dalam shalatnya, karena teringat dengan macam-macam kepentingan dunawi.

Maksud celaka di sini adalah kerusakan. Karena shalat yang demikian itu tidak dapat menimbulkan faidah-faidah shalat yang penting, seperti asalnya orang yang pelit kemudian menjadi dermawan, asalnya suka bersaing dalam harta menjadi tidak, asalnya penakut menjadi pemberani ... dan lain sebagainya." (Misbah bin Zain Musthafa, Tafsir Al-Iklil, [Surabaya, Al-Ihsan: t.tt], juz XXX, halaman 157).

Syekh Wahbah menjelaskan perbedaan antara "sahwu 'an shalat dan fi shalat" sebagai berikut:

"As-sahwu 'an shalah (melalaikan shalat) berarti tidak mengerjakannya sama sekali atau mengerjakannya dengan sedikit perhatian, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Sementara itu as-sahwu fi shalat (lalai dalam shalat) merupakan perkara yang tidak disengaja sehingga bukan merupakan taklif."

Para ulama berkata: "Riya' tidak apa-apa dilakukan jika tujuannya adalah mengikuti (iqtida') atau menafikan tuduhan."

Menghindari riya' merupakan hal yang sangat sulit, kecuali bagi orang yang ridha atas dirinya dan dapat bersikap ikhlas. Karena itu, Rasulullah saw pernah bersabda: 
 

الرياء أخفى من دبيب النملة السوداء، في الليلة المظلمة، على المسح الأسود
 

Artinya: "Riya' lebih samar dari langkah semut hitam di malam yang gelap gulita di atas anyaman yang hitam pekat."

Masih menurut beliau, dalm dua ayat yang berisi tentang melalaikan shalat dan mencegah al-Ma'un terdapat sebuah isyarat, sesungguhnya shalat itu bagi Allah sswt dan al-Ma'un bagi seluruh makhluk atau seluruh manusia. Barangsiapa meninggalkan shalat, dia tidak
menghormati perintah Allah. Barangsiapa yang mencegah al-Ma'un, dia tidak menaruh rasa kasih sayang kepada makhluk Allah. Ini merupakan perbuatan yang sangat buruk sekali. (Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, juz XXX, halaman 425-426).

Walhasil, Allah swt mengancam dengan ancaman yang pedih kepada orang-orang yang mempuyai tiga sifat berikut setelah mendustakan hari kebangkitan, menghadrik anak yatim dan enggan memberi makan orang miskin. Tiga sifat itu adalah:

  1. meninggalkan shalat, tidak memperdulikannya serta cacat dalam pelaksanaanya, baik dalam syarat, rukun, kesunnahan atau adab-adabnya;
  2. shalat tapi karena riya' bukan karena ikhlas dan taat kepada Allah;
  3. mencegah berbuat kebaikan kepada orang lain. Muhammad Sayyid Thanthawi, Tafsirul Wasith, [Kairo, Dar Nahdlah: 1997 M], juz XV, halaman 519). Wallahu a'lam bisshawab.
     


Ustadz Muhamad Hanif Rahman, khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo